Undang-undang tentang kelautan itu punya istilah pelanggaran kecil tapi sangsinya berat. Karena dari kesalahan atau pelanggaran kecil itu akan berdampak sangat fatal. Kami kecewa dengan kepala Syahbandar Molawe. Sepertinya aturan perundang-undangan hanya berlaku di daerah lain saja di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Tapi tidak untuk daerah ku tercinta Kabupaten Konawe Utara semua bisa terselesai via jalur koordinasi. Harusnya syahbandar berterima kasih kepada pemerintah daerah termasuk DPRD Konut atas upaya, usaha dan kerja beratnya hingga dapat terwujud Unit Pelayanan Pelabuhan (UPP) Molawe kelas II yang sebelumnya masih di kendalikan oleh Kantor Pelabuhan Langara (Kanpel).
Tujuan Pemda tidak lain mendekat kan pelayanan, meningkatkan jumlah PAD serta menjaga dan mengatur arus pelayaran wilayah administrasi kemaritiman. Namun daerah Konut ini seperti dianggap sampah, tidak mendapat kan PAD, malah seperti jatuh dan tertimpa tangga.
Syahbandar Molawe dengan enteng membenarkan, mendukung kegiatan PT. LBN dan PT. PMS demi kepentingan PT. VDNI. Mereka tidak pernah sadar, pada pelabuhan khusus saja yang nyata sudah AMDAL, hanya mampu meminimalisir dampak negatif yang kemungkinan akan terjadi apalagi suatu kegiatan usaha tanpa mengantongi izin lingkungan dari wilayah pemerintah setempat.
Konut tidak punya industri namun berasa ada di dunia khayalan, pihak mereka untung, rakyat dan daerah Konut yang buntung. padahal suatu industri itu didirikan dengan kajian lingkungan yang mendalam. Lalu enak saja Jangkar Kapal vesel PT. VDNI menyentuh terumbu karang yang tentunya tak seindah karang laut di Kecamatan Morosi.
Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran, Permenhub nomor PM 20 tahun 2017 tentang pelabuhan khusus dan Permenhub nomor 154 tahun 2015 tentang izin berlayar dan olah gerak, implementasinya pupus di rel koordinasi. Mau tuduh siapa lagi pelakunya, kalau bukan institusi yang punya otoritas.
Surga VDNI, neraka bagi Konut. Sebagai Masyarakat konut tidak hanya di darat kami di perhadapkan dengan dampak negatifnya tapi juga di perairan wilayah Konut lambat laun mengancam kesehatan, keselamatan nelayan, mengancam kelestarian biota laut, dan mencemari biota laut.
Ada banyak kandungan yang berbahaya terkandung zat dalam material Ore, feronikel, lempengan, dan batu bara. Batu bara selain zat karbon juga mengandung besi sulfida atau pirit pada permukaan nya. Zat yang satu ini jika berinteraksi dengan air laut, bisa menghasilkan asam sulfat dengan kadar tinggi. Asam sulfat membunuh ikan dan biota laut lainnya. Biota laut cenderung sensitif terhadap perubahan PH yang cepat.
Penulis: Ashari
koordinator Jaringan Indonesia Kabupaten Konawe Utara.